Bantul, 12 September 2025 – Pada Jumat (12/9) lalu, Jurusan Seni Murni kedatangan tamu istimewa, Mujirun seorang engraver atau pengukir uang kertas yang juga alumni SSRI/SMSR Yogyakarta. Ia merupakan sosok yang telah mengabdikan dirinya sebagai engraver di Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) bahkan sebelum resmi lulus dari sekolah menengah. Dalam kunjungannya, Mujirun membagikan kisah perjalanan karier dan pengalamannya.
Acara ini merupakan bagian dari mata kuliah Studi Orientasi Profesi yang diperuntukkan bagi mahasiswa Semester 7, dengan dosen pengampu Wiwik Sri Wulandari, M.Sn., M. Rain Rosidi, M.Sn., Ripase Nostanta Br. Purba, S.Pd., M.Sn., serta Khoirul Anam, S.Sn., M.A. Sambutan hangat disampaikan oleh Koordinator Program Studi Seni Murni, Dr. Nadiyah Tunnikmah, S.Sn., M.A., yang juga memberikan cinderamata kepada Mujirun sebagai bentuk apresiasi.
Lahir pada 26 November 1958, Mujirun memulai kariernya di PERURI sejak tahun 1979 hingga memilih pensiun dini pada tahun 2009. Selama tiga dekade, ia tidak hanya menjadi bagian penting dari tim engraver, tetapi juga terus mengembangkan keahliannya melalui berbagai pendidikan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Di antaranya, ia pernah belajar di Studio Ifansyah (1998) untuk memperdalam teknik menggambar dan melukis realis, melanjutkan studi di ITB (2002), dan Pascasarjana ISI Yogyakarta (2007).
Sebagai bagian dari pengembangan profesionalnya di PERURI, Mujirun juga mendapatkan kesempatan belajar langsung di beberapa negara. Ia mempelajari teknik engraving di Swiss dan Italia (1982), menangani security printing di Malaysia (1990), mengikuti studi banding tentang mata uang di Inggris (1992), dan mendalami software engraver di Hungaria (2004).
Kemampuan teknis dan artistik Mujirun tertuang dalam sederet karya yang hingga kini menghiasi lembaran uang kertas Republik Indonesia. Beberapa diantaranya, Teuku Umar (1988) pecahan uang 5000, Sisingamangaraja XII (1987) pecahan uang 1000, Hewan Cervus Timorensis (1988) pecahan 500, lanskap anak gunung Krakatau (1991) pecahan uang 100, Soeharto (1995) pada uang 50.000. Uang kertas Soeharto ini menjadi salah satu yang menarik karena diterbitkan untuk memperingati 25 tahun pemerintahan Soeharto membangun Indonesia. Lalu uang kertas lanskap Danau Kelimutu (1991) pecahan 5000. Potret Ki Hadjar
Dewantara (1999) pada uang 20.000. Paskibraka (1999) pecahan 50.000. Potret Kapitan Pattimura (2001) pecahan 1000. Tuanku Imam Bonjol (2001) pada mata uang kertas 5000. Lanskap Pulau Maitara dan Tidore pecahan 1000. Otto Iskandar Dinata (2004) pecahan 20.000. Dan yang terakhir I Gusti Ngurah Rai (2005) pecahan uang 50.000. Setelah menyelesaikan karyanya untuk uang pecahan Rp50.000, Mujirun memilih pensiun dini dan melanjutkan kiprahnya sebagai seniman independen, khususnya dalam bidang engrave potret dan lukisan, yang masih ia tekuni hingga kini.
Selama sesi yang berlangsung di Ruang Audio Visual Jurusan Seni Murni, Mujirun membawa serta sejumlah koleksi karya dan uang-uang kertas hasil ukirannya. Ia berbagi pengalaman profesional, memaparkan proses kreatif dalam engraving, serta memberi motivasi kepada mahasiswa untuk mempertimbangkan profesi ini sebagai pilihan karier sebagai lulusan Seni Murni. Profesi engraver di Indonesia saat ini masih sangat langka, dengan jumlah praktisinya yang bisa dihitung dengan jari. Oleh karena itu, peluang terbuka lebar bagi lulusan seni murni yang ingin menekuni bidang ini, terutama di instansi seperti PERURI.
Menjelang akhir acara, Mujirun membagikan cetakan karya bertanda tangan kepada 110 mahasiswa dan dosen yang hadir sebagai kenang-kenangan. Ia juga menyerahkan satu karya spesial berupa ukiran potret Albert Einstein kepada Jurusan Seni Murni untuk dikoleksi, dan menutup pertemuan dengan sesi foto bersama seluruh peserta.




